SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA, SEMOGA BERMANFAAT, KUNJUNGI TERUS BLOG INI
0

LAGU KENANGAN TERINDAH (SAMSON), UPAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN MOTIVASI PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN KIMIA PADA MATERI STOIKIOMETRI LARUTAN

Posted by Rangga Krisma Putra on 00.20

A.       Pendahuluan

Relaxed and fun, itulah yang mendasari pembelajaran ini. Pembelajaran kimia pada dasarnya mengalami konfigurasi kesulitan yang seragam, manakala mengandalkan penyampaian yang bersifat konvensional. Pendekatan-pendekatan pembelajaran yang dilakukan haruslah berorintasi pada pendekatan kekinian, sesuai dengan karakter dan perkembangan peserta didik. Kaidah yang perlu dijadikan patokan dalam pembelajaran adalah bagaimana peserta didik dapat optimal dalam proses belajar, terlibat secara aktif dalam pembelajaran baik secara individual maupun klasikal. Pendekatan pembelajaran secara kontekstual, diperlukan cara penyampaian atau metode yang sesuai dengan materi pembelajaran. Materi pembelajaran yang abstrak dan rumit sangat dimungkinkan mengalami kesulitan disampaikan ke peserta didik jika hanya melalui cara pembelajaran konvensional. Pada posisi ini diperlukan strategi, kreativitas, dan inovasi dari pendidik agar pesan yang hendak disampaikan dapat dipahami oleh peserta didik dengan lebih mudah.

Namun demikian pembelajaran tidak hanya sekedar menyampaikan pesan yang terkandung dalam materi pembelajaran, tetapi seperti yang disampaikan Kimble (dalam Hergenhahn & Olson, 2008: 2) harus terjadi adanya perubahan yang relative permanen behavioral personality  sebagai akibat dari reinforced practice, agar peserta didik menjadi manusia pembelajar. Di sinilah peran pendidik yang sebenarnya, bagaimana ia dapat lebih memudahkan yang sulit, mengkonkritkan yang abstrak, dan mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didik. Tuntutan pendidik agar terus menerus berinovasi dalam pembelajaran dilandasi pemikiran tersebut. Proses pembelajaran harus menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar, sebab salah satu prinsip psikologi belajar menyatakan bahwa makin besar keterlibatan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, maka semakin besar baginya untuk mengalami proses belajar. Peserta didik akan mudah memahami konsep yang rumit dan abstrak jika disertai contoh-contoh konkrit, contoh-contoh yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari dan mempraktikannya sendiri. Hal ini berarti pembelajaran yang harus sesuai dengan indikator yaitu meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

Persoalan-persoalan bagaimana menyampaikan materi yang sulit menjadi mudah, dan yang abstrak menjadi konkrit juga dialami dalam pembelajaran kimia. Dampak yang dirasakan bagi peserta didik adalah materi kimia merupakan salah satu materi yang kurang diminati oleh peserta didik. Penulis juga menghadapi masalah seperti yang dihadapi oleh pendidik mata pelajaran kimia lainnya. Berdasarkan data empiris yang didapat penulis, bahwa dalam pembelajaran kimia rata-rata ketuntasan belajar klasikal hanya mencapai 23% saja, sedangkan 77%-nya berada di bawah KKM. Data tersebut diperoleh dari hasil evaluasi Kelas XI IPA SMA N 1 Kawali pada semester ganjil. Oleh karena itu penulis melakukan inovasi pembelajaran untuk menjawab rendahnya minat siswa terhadap pengajaran kimia, rendahnya aktivitas peserta didik dalam proses belajar mengajar, dan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.

Untuk menciptakan pembelajaran kimia sebagaimana tersebut di atas maka diperlukan sarana dan media pembelajaran yang mendukung terciptanya perbelajaran kimia yang kreatif dan inovatif. Karena berdasarkan pendapat Gagne dan Briggs (1975) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran. Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Media pembelajaran seperti yang dimaksudkan oleh Gagne dan Briggs tersebut di atas, sangat kurang dimiliki oleh sekolah-sekolah. Berdasarkan pada fakta tersebut penulis mencoba mengajukan rumusan masalah bagaimanakah meningkatkan keaktifan peserta didik dalam belajar kimia pada pokok bahasan stoikiometri?

B.     Inovasi Pembelajaran Kimia

Lebih dua dasa warsa terakhir ini, dunia pendidikan mendapat sumbangan pemikiran dari teori konstruktivisme sehingga banyak negara mengadakan perubahan-perubahan secara mendasar terhadap sistem dan praktik pendidikan mereka, bahkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pun tak luput dari pengaruh teori ini. Paul Suparno dalam “Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan” mencoba mengurai implikasi filsafat konstruktivisme dalam praktik pendidikan. Berikut ini adalah intisari buku tersebut, sekiranya bisa bermanfaat bagi para pendidik dan orangtua.
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri. Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut.


Jika behaviorisme menekankan ketrampilan atau tingkah laku sebagai tujuan pendidikan, sedangkan maturasionisme menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan usia, sementara konstruktivisme menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam proses itu keaktivan seseorang sangat menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya.

Jean Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses tersebut meliputi:
1.   Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
2.   Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
3.   Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
4.  Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.

Berpijak dari makna teoritis pertumbuhan pengetahuan, Popper (Berkson dan Wettersten, 2003: 7) berasumsi bahwa belajar bukan proses menerima informasi secara pasif, tetapi lebih sebagai hasil dari usaha aktif memecahkan masalah atau persoalan dengan belajar secara coba-coba. Subjek dan objek dalam pembelajaran tidak untuk memisahkan antara guru dan siswa, jauh lebih bermakna apabila dipakai sebagai batas pemisah antara pembelajar dengan materi pelajaran. Dengan kata lain guru dan siswa sebagai subjek (student centered learning), sedangkan yang menjadi objeknya adalah bahan atau materi yang akan dipelajari. Partisipasi siswa dalam proses pendidikan dan pembelajaran bukan alat pendidikan, tetapi sebagai intinya. Partisipasi total merupakan replika ideal dalam proses pendidikan yang mampu membebaskan anak dari berbagai belenggu, sehingga menjadi modal utama dalam kesejatian hidupnya, membangun kesadaran diri dari lahirnya proses dialogis yang mengantarkan anak didik secara  bersama memecahkan masalah-masalah eksistensial hidupnya.

Keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pendidikan dan pembelajaran, merupakan upaya nyata agar setiap individu dapat berkembang tidak hanya dalam ranah kognitif (learning to know). Tetapi selain ranah kognitif, afektif dan psikomotor merupakan satu kesatuan yang perlu dikembangkan dalam diri setiap anak didik. Dalam pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran harus mengakomodasi secara integratif dan proporsional learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be. Kristalisasi capaian belajar anak didik merupakan tuntutan kualitas Sumber Daya Manusia di era globalisasi yang tercermin dalam learn how to learn, yang dipresentasikan dalam kecakapan hidupnya, sebagai salah satu proses pendidikan sepanjang hayat.

Vernon A. Magnesen (Robbi, dkk., 2002) menegaskan, bahwa individu belajar 10% dari apa yang dibaca, 20% dariapa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan dengar, 70%dari apa yang dikatakan, dan 90% dari apa yang dikatakan dan lakukan. Berdasarkan pendapat ini, siswa atau anak didik harus berperan aktif dalam pembelajaran untuk menemukan dan memecahkan masalah (inquiry) sesuai dengan materi yang diajarkan. Setelah dapat menemukan dan memecahkan masalah, siswa mampu untuk merefleksikan apa yang telah dipelajari (Lincoln dan Guba, 1985). Melalui pendekatan ini diharapkan siswa mendapatkan informasi yang lebih banyak. Di samping itu, siswa dalam belajar selalu dikaitkan dengan dunia nyata dan atau masalah nyata bukan secara abstrak dan teoritis. Secara dialogis siswa dibiarkan untuk mengungkapkan ide dan gagasan berdasarkan pada pedoman yang telah dibuat.

Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam; khususnya yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dinamika dan energetika zat. Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dinamika dan energetika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran.

Materi Pelajaran Kimia di SMA banyak berisi konsep-konsep yang cukup sulit untuk difahami siswa, karena menyangkut reaksi-reaksi kimia dan hitungan-hitungan serta menyangkut konsep-konsep yang bersifat abstrak dan dianggap oleh siswa merupakan materi yang relatif baru dan hanya sekilas dipelajari ketika di SMP. Dalam proses pembelajaran kimia di beberapa sekolah selama ini terlihat kurang menarik, sehingga siswa merasa jenuh dan kurang memiliki minat pada pelajaran kimia, sehingga suasana kelas cenderung pasif, sedikit sekali siswa yang bertanya pada guru meskipun materi yang diajarkan belum dapat dipahami. Dalam pembelajaran seperti ini mereka akan merasa seolah-olah dipaksa untuk belajar sehingga jiwanya tertekan. Keadaan demikian menimbulkan kejengkelan, kebosanan, sikap masa bodoh, sehingga perhatian, minat, dan motivasi siswa dalam pembelajaran menjadi rendah. Hal ini akan berdampak terhadap ketidaktercapaian tujuan pembelajaran kimia.
Pada umumnya siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan yang menyangkut reaksi kimia dan hitungan kimia, akibat rendahnya pemahaman konsep-konsep kimia dan kurangnya minat siswa terhadap pelajaran kimia. Di samping itu, guru kurang memberikan contoh-contoh konkrit tentang reaksi-reaksi yang ada di lingkungan sekitar dan sering dijumpai siswa. Oleh sebab itu, diperlukan suatu usaha untuk mengoptimalkan pembelajaran kimia di kelas dengan menerapkan pendekatan dan metode yang tepat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa rendahnya aktivitas, minat, dan hasil belajar kimia siswa dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (1) Penyampaian materi kimia oleh guru dengan metode demonstrasi yang hanya sekali-kali dan diskusi cenderung membuat siswa jenuh, siswa hanya dijejali informasi yang kurang konkrit dan diskusi yang kurang menarik karena bersifat teoritis; (2) Siswa tidak pernah diberi pengalaman langsung dalam mengamati suatu reaksi kimia, sehingga siswa menganggap materi pelajaran kimia adalah abstrak dan sulit difahami; (3) Metode mengajar yang digunakan guru kurang bervariasi dan tidak inovatif, sehingga membosankan dan tidak menarik minat siswa. Hal ini menunjukkan kompetensi guru kimia yang masih perlu ditingkatkan.

Inovasi pembelajaran di sini dipahami sebagai:
“an innovation is any idea, practice, or material artifact perceived to be new by the relevant unit of adoption. The innovation is the change object. A change is the  alteration in the structure of the system that requires or could be required by relearning on the part of the actor (s) in response to a given situation. The requirements of the situation often involve a response to a new requirement is an inventive process producing an innovation. However, all innovations, since not everything an individual or formal or informal group adopt is perceived as new” (Zaltman & Duncan, 1977: 12)

Berdasarkan pada pendapat tersebut maka inovasi adalah suatu ide, gagasan, sesuatu hal praktis, metode, cara, barang-barang buatan manusia, yang diamati atau dirasakan sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau kelompok (masyarakat) (Ibrahim, 1988: 12).

Inovasi pembelajaran kimia yang dilakukan penulis pada materi stoikiometri larutan adalah dengan cara membuatkan isi dari materi pembelajaran dalam bentuk syair-syair yang dilagukan. Prinsip pembelajaran ini dilakukan disesuaikan dengan perkembangan karakter peserta didik. Pada umumnya anak-anak usia remaja senang terhadap lagu-lagu pop atau band-band yang menjadi panutan bagi anak remaja. Anak-anak usia remaja banyak menghafal syair-syair lagu milik band-band yang sedang naik daun, namun mereka mengalami kesulitan jika menghafal materi-materi pelajaran kimia. Oleh karena itu, dengan mengambil salah satu judul lagu dari band Samson (Kenangan Terindah) dan kemudian dirubah syairnya dengan materi pembelajaran stoikiometri larutan, sehingga berjudul Larutan Elektrolit Terindah.

Selengkapnya lagu band Samson yang dirubah syairnya tersebut adalah sebagai berikut: “Langkah langkah perhitungan stoikiometri larutan//mulai persamaan reaksi lalu disetarakan//jumlah mol dicarikan, dari masa volume molar//lalu cari perbandingannya, mol dan koefiennya//lalu.... cari apa yang ditanya, dengan mengubah satuannya.... oh.....//reff//bila asam dicampur basa//hasilnya garam tambah air//logam ditambahkan asam//gas hidrogen yang dihasilkan//namun bila garam karbonat ditambahkan larutan asam//maka hasil reaksinya adalah gas karbon dioksida......”

Penerapan strategi pembelajaran ini dapat berpengaruh terhadap aktivitas peserta didik dalam proses belajar mengajar. Peserta didik lebih bersemangat dalam belajar, indikasi ini dapat ditunjukkan dengan banyaknya peserta didik yang juga membuat syair-syair lagu yang berbeda sesuai dengan materi pembelajaran. Penguasaan materi pun juga lebih mudah diserap oleh peserta didik sebab dengan cara belajar yang menyenangkan peserta didik tidak merasa tertekan, belajar tidak membosankan, menghafal jenis-jenis larutan dan reaksinya lebih mudah. Tolok ukur penguasaan materi yang disampaikan melalui evaluasi menunjukkan peningkatan secara signifikan. Dari 38 peserta didik, hasil belajar menunjukkan peningakatan, sebanyak 63% peserta didik penguasaan materi di atas KKM, sedangkan sisanya 37% belum mencapai ketuntasan belajar.

Pembelajaran kimia yang dirancang sesuai dengan karakter dan perkembangan peserta didik dapat memberikan hasil yang positif terhadap hasil belajar. Dibutuhkan penguasaan materi, kreativitas dan inovasi pembelajaran agar pembelajaran tidak monoton, rigid, yang akhirnya berujung pada ketidaksukaan terhadap mata pelajaran kimia. Sejak dikeluarkannya kurikulum KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) ternyata muncul suasana yang berbeda dalam iklim dunia pendidikan, setiap sekolah harus bisa memahami dan mampu beradaptasi dengan kurikulum tersebut. Karena yang dihadapi adalah peserta didik yang kebanyakan dari mereka telah menyerap pendidikan dengan metode tradisional. Hal ini ditambah lagi dengan revisi Kurikulum Berbasis Kompetensi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) walaupun muatan di dalamnya sama namun aplikasi dari kurikulum tingkat satuan pendidikan membutuhkan sebuah perjuangan yang ekstra untuk mewujudkan ketuntasan berlajar. Untuk mengatasi hal ini maka seorang guru harus mampu memikirkan metode yang tepat agar tercapai efektifitas dan kualitas belajar. Hal ini sebenarnya ditujukan untuk mencapai ketuntasan belajar

C.    Penutup
Apabila kita menengok kebelakang tentang kurikulum 1994, pembelajaran kimia dituntut berorientasi pada pendekatan keterampilan proses. Sehingga peserta didik harus aktif terlibat dalam proses untuk menghasilkan produk. Agar peserta didik benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuannya, peserta didik harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu bagi dirinya dan berusaha dengan ide-idenya. Intinya peserta didik harus membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini berarti peserta didik harus berperan secara aktif apapun metode yang digunakan.

Untuk meningkatkan kualitas peserta didik, guru harus melaksanakan proses mengajar yang efektif, dengan memilih metode yang tepat untuk setiap bahan pelajaran. Dengan pemilihan berbagai variasi metode mengajar yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik, akan sangat membantu dalam rangka meningkatkan hasil belajar yang optimal, disamping itu tujuan yang ingin dicapai yaitu ketuntasan belajar siswa akan terpenuhi.

Rendahnya aktivitas belajar peserta didik dalam mempelajari kimia adalah kebermanfaatan ilmu tersebut dalam kehidupannya kelak, selain adanya anggapan bahwa kimia adalah ilmu yang sukar dipelajari. Untuk meningkatkan minat dan motivasi belajar kimia peserta didik, pendidik perlu melakukan upaya peningkatan kualitas pembelajaran melalui kegiatan yang kreatif dan inovatif. Dengan demikian, pembelajaran kimia yang diterapkan haruslah mempertimbangkan karakteristik peserta didik, karakteristik materi kimia, dan kondisi sekolah atau fasilitas yang dimiliki sekolah. Oleh sebab itu, perlu dilakukan identifikasi masalah-masalah pembelajaran kimia, baik dilihat dari motivasi belajar peserta didik dan kompetensi peserta didik maupun karakteristik konsep-konsep kimia yang akan dibelajarkan pada peserta didik. Melalui strategi pembelajaran yang diterapkan penulis merubah syair lagu dengan syair materi pembelajaran kimia yang diterapkan di Kelas XI IPA SMA N 1 Kawali dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Motivasi belajar peserta didik juga mengalami peningkatan secara signifikan dalam proses belajar mengajar. (U&A)


0 Comments

Posting Komentar

MATERIKU

Copyright © 2009 Semua Tentang Kimia & My Life All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.